HELLDY AGUSTIAN

I AM

image
Hello,

I'm Honey Doe

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta, neque massa, ut tincidunt eros est nec diam FusceFusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta, neque massa, ut tincidunt eros est nec diam FusceFusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta, neque massa, ut tincidunt eros est nec diam FusceFusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta, neque massa, ut tincidunt eros est nec diam Fusce

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta, neque massa, ut tincidunt eros est nec diam FusceFusce quis volutpat portaFusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta


Pendidikan
SMA Negeri 16 Grogol Petamburan, Jakarta Barat

(1987-1989)

S-1 Universitas Pancasila

(1990-1994)

S-1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

(2008-2011)

S-2 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

(2017-2021)


Organisasi
Pendiri / Ketua Yayasan Suara Hati Kita (2013-sekarang)

Ketua Ikatan Keluarga Alumni Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (2014-2019)

Ketua MPC Pemuda Pancasila Kota Cilegon (2016-2019, 2019-2023)

Dewan Pakar Bandrong Indonesia (2019-2024)

Dewan Pembina Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Banten (2016-2022)

Ketua DPD Partai Berkarya Kota Cilegon (2017-2018)

Ketua DPW Partai Berkarya Banten (2018-2023)

Ketua DPC Gerindra Kota Cilegon (2023 - Sekarang)


My Skills
Design
Programming
Branding
Marketing

764

Awards Won

1664

Happy Customers

2964

Projects Done

1564

Photos Made

WHAT CAN I DO

Web Design

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta

Responsive Design

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta

Graphic Design

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta

Clean Code

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta

Photographic

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta

Unlimited Support

Fusce quis volutpat porta, ut tincidunt eros est nec diam erat quis volutpat porta

SOME OF WORK

Helldy: KH Arsyad Thawil Diidolakan Bung Karno, Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional


Di Banten, tak banyak yang kenal siapa Syeikh Arsyad Thawil. Namanya tenggelam setelah Belanda membuangnya ke Menado Sulawesi Utara pasca Geger Cilegon 1888. Namun siapa sangka, di Menado ulama besar ini terus berjuang hingga ditokohkan masyarakat dan diidolakan Bung Karno.

Namanya diabadikan menjadi nama masjid dan haulnya diperingati besar-besaran. Masjid KH Arsyad Thawil tampak berbeda dengan hari biasanya setelah saya kembali dari Kema Minahasa Utara untuk menelusuri penjara dan tempat pembuangan beliau pada Jumat 8 November 2013 lalu.

Di depan masjid sudah dipasang sekitar 50 meter tenda hingga ke mulut gang menuju Jalan Jenderal Sudirman, dengan ratusan kursi yang tersusun rapi seperti sedang menunggu ratusan tamu.

 

Beberapa orang tampak sibuk memasang ucapan selamat datang di gerbang gang menuju acara. Jalan sudah dirapikan, selokan-selokan pun sudah dibersihkan. Pohon-pohon yang meranggas menutupi badan jalan sudah dipotong pula. 

Di lingkungan yang dihuni puluhan keturunan KH Arsyad Thawil itu seperti akan membuat hajat besar saja.Sebuah spanduk ucapan selamat datang yang dipasang di mulut jalan serta spanduk besar yang menempel di dinding teras masjid yang disulap menjadi panggung utama menjadi jawabannya.

Spanduk besar tersebut bertuliskan Haul ke-79 Syeikh Mas Mas Arsyad Thawil Al Bantani, sekaligus Dalam Rangka Memperingati Tahun Baru 1 Muharam 1434 Hijriyah dan Hari Pahlawan Nasional.


Di Banten nama ulama masyhur kelahiran Lempuyangan, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, tersebut seolah terlupakan. Sementara di kota ini, ia begitu dihormati, dikagumi, sebagai salah satu tokoh ulama pejuang dan pejuang ulama yang tidak hanya berjuang melawan penjajahan, tapi juga menjadi salah satu penyebar agama Islam di tanah minahasa itu. 

Murid syeikh Nawawi tersebut meninggalkan kisah yang panjang bagi orang-orang Sulawesi Utara. Pasalnya tidak hanya orang-orang yang tinggal di Komo Luar Kota Manado saja- tempat ia dan istrinya, Magdalena Runtu alias Tarhimah menghabiskan sebagian besar hidupnya – yang akan hadir, tapi seluruh keluarga dan keturunan murid-murid beliau yang tinggal di Palu, Minahasa Utara, Gorontalo, Poso, Ternate, serta daerah-daerah lainnya di Sulawesi, Jakarta dan Banten yang hadir.

Tak hanya keluarga dan sanak famili yang beragama Islam yang diundang, tapi juga yang memiliki fam (marga) Runtu juga diundang untuk datang.

 

Pada Sabtu 9 November 2013, pukul 08.00 WIT, masjid KH Arsyad Thawil sudah dipenuhi dengan solawat dan tabuhan rebana yang saling bersahutan. Meskipun acara utama belum dimulai, namun puji-pujian terhadap Allah SWT, Nabi Muhammad dan syeikh, terus bergema dari dalam masjid.

Satu demi satu tamu undangan baik dari keluarga besar maupun anak murid terus berdatangan. Dalam sekejap saja, kursi-kursi di luar masjid mulai terisi, dan puji-pujian di dalam masjid berganti tahlil.

Tepat pukul 09.30 WIT acara inti dimulai dengan diawali pembacaan manaqib (riwayat, red) beliau. Berbondong-bondong ratusan handai taulan, kerabat, dan anak-cucu murid-murid syeikh datang dari berbagai penjuru Indonesia bagian timur. Jalan sepanjang sekitar 100 meter itu berubah jadi putih.

Tokoh yang lahir di Tanara, Serang, Banten, ini memang tidak seterkenal Kyai Mojo (Pangeran Diponegoro) dan Imam Bonjol. Tapi, kiprah dan perjuangannya dalam meraih kemerdekaan Bangsa Indonesia patut diperhitungkan.

Selama dalam pengasingan itu tokoh idola bung Karno ini, beliau tetap memberikan pelajaran agama, sehingga banyak murid yang berhasil dididik.

Hingga kini, murid-murid beliau terdapat di sejumlah daerah seperti Makassar, Ambon, Ternate, Gorontalo, Tolo-toli dan Donggala. Pada tahun 1918, beliau memperoleh kebebasan kembali ke Banten, beliau pun mendapat tawaran menjadi penghulu Serang.

Namun, dengan rendah hati beliau menolak tawaran tersebut dan memilih kembali ke Manado. Beliau, akhirnya meninggal pada 19 Maret 1934 dan dimakamkan di pekuburan Lanwangirung berdekatan dengan Gusti Sekar Kedaton.

Setahun sebelum meninggal belum sempat menbangun Masjid yang kini dinamai nama beliau, KH Arysad Thawil di Komo Luar.

Kiprahnya tersebut yang membuat haul kali ini sungguh menarik. Para tokoh ulama dan tokoh masyarakat yang datang akan mengusulkan beliau menjadi pahlawan nasional dari Sulawesi Utara.

Ia tidak hanya dipandang sebagai seorang pejuang dalam pemberontakan Geger Cilegon saja, tapi juga berjuang untuk orang-orang Manado. Termasuk oma dan opa, anak cicit dari istrinya dari fam Runtu.

“Ia layak diangkat sebagai pahlawan nasional. Tidak hanya di Banten ia berjuang, tapi juga di Sulawesi Utara. Dimana ia menjadi pengurus Syarekat Dagang Islam serta berjasa menyebarkan agama Islam di sini,” ungkap Ketua Forum Komunikasi Umat Islam (FKUI) Sulawesi Utara, Haji Abdul Aziz Hullah, usai haul.

Hal itu ditegaskan juga oleh salah satu penceramah dari Manado, Ustad Yasir bin Salim. Menurutnya, Syeikh Arsyad Thawil tidak hanya milik Manado atau Banten saja, tapi sudah menjadi milik masyarakat seluruh Indonesia.

“Murid-muridnya menyebar ke seluruh Indonesia, terutama Sulawesi dan Indonesia bagian Timur. Jadi dia sangat pantas untuk menjadi pahlawan nasional. Di samping karena kiprahnya dalam Geger Cilegon 1888, tapi juga kiprahnya untuk orang-orang Manado,” ujarnya.

Dalam waktu dekat keluarga besar KH Arsyad Thawil di Manado akan mengajukan ke Dinas Sosial untuk diangkat jadi pahlawan nasional. Helldy Agustian, keturunan dari Banten yang hadir saat itu pun akan melakukan hal yang sama.

“Kami pun di sana (Banten-red) akan melakukan hal yang sama. Ki Arsyad Thawil, tidak hanya berjuang di Banten. Tapi setelah di buang ke Manado pun ia terus berjuang, dan tidak hanya berhenti saat Geger Cilegon tahun 1888 itu diberangus Belanda,” jelasnya.


Habib Bahar bin Ali bin Smith, pimpinan Majelis Pembela Rosulullah (MPR) pun menyempatan hadir dari Jakarta. Menurutnya KH Arsyad Thawil sejak dahulu juga sudah menjadi pahlawan bagi umat Islam, dan sangat layak dianugerahi pahlawan nasional.

“Jika tidak ada beliau, tidak ada yang mengajari para habaib dan alim ulama. Sehingga ilmunya pun tidak akan sampai kepada kami,” katanya. (*)

Oleh: Helldy Agustian (Bagian 2 - Habis ) | http://beritacilegon.com/lingkungan-kita/3917-helldy-kh-arsyad-thawil-diidolakan-bung-karno,-diusulkan-jadi-pahlawan-nasional.html

Menelusuri Jejak Sang Pejuang Geger Cilegon yang Terlupakan

Mencari Pejuang Geger Cilegon yang Terlupakan, KH Arsyad Thawil

http://www.helldy.com

Di Banten, tak banyak yang kenal siapa KH Arsyad Thawil. Namanya tenggelam setelah Belanda membuangnya ke Menado Sulawesi Utara pasca Geger Cilegon 1888. Namun di Menado ulama besar ini terus berkiprah, kemudian ditokohkan.

Namanya diabadikan menjadi nama masjid dan haulnya diperingati besar-besaran.Bulan Desember 1945 lalu, dalam rapat akbar di alun-alun Serang, Bung Karno memulai pidatonya dengan kata-kata berikut;

“Wahai putera-puteri Banten, tahukah kalian bahwa di Banten pernah ada seorang pahlawan besar, siapa dia? Dia adalah Kiyai Haji Moechammad Arsyad Thawil!”

Mendengar ucapan tersebut hadirin menyambut dengan sorak bergemuruh. Namun sambutan yang spontan itu tidak lantas menjadi perhatian lebih lanjut.
Pemerintah melalui dinas terkait tidak ada niatan untuk menelusuri para pahlawan yang dibuang karena perlawanannya terhadap penjajah.

Murid kesayangan syeikh Nawawi itu pun tak berjejak dan hilang tak berbekas. Sejarahnya di Banten terputus. Tak banyak orang - selain sejarahwan - yang tahu dan terus mencari jejak-jejaknya di pengasingan.

KH Arsyad Thawil dilahirkan di Desa Lempuyang, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang. Namun untuk tanggal serta tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Beberapa keturunan beliau yang tinggal di Cilegon dan Anyer juga tidak mengetahui secara pasti kelahiran beliau.

Dalam buku biografi Wahai Putera Putera Banten yang ditulis HM. Yoesoef Effendi, pun tidak dijelaskan kapan ia lahir. Ilmu agama Arsyad diperoleh dari ayahnya sendiri, Imam Arsy’ad, yang memang memiliki pesantren yang cukup banyak memiliki santri dari seluruh penjuru tanah air.

Setelah memilik cukup pengatahuan agama dari ayahnya, pada usia 16 tahun ia berguru pada Syech Abd. Gani yang juga teman ayahnya. Saat gurunya berangkat ke Mekah ia pun turut serta dan menuntut ilmu.

Di sana ia juga berguru kepada Syeikh Nawawi. Hingga kemudian kembali ke Banten dan menjadi tokoh utama, otak dibelakang pemberontakan Geger Cilegon 1888 yang dikomandani Ki Wasyid.

Sehingga, ia menjadi ulama paling dicari oleh Belanda pada masa itu. Kemudian saat tertangkap di Kopo, Gunung Sari, ia dibuang ke Kema kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Namun perjuangannya tidak sampai di situ saja, pasca diasingkan ia masih melakukan pergerakan dan menjadi penyebar agama Islam di basis nasrani di Indonesia tersebut.

Kiprah KH Arsyad Thawil di Manado Sulawesi Utara memang tidak hanya berlaku sebagai tahanan saja. Dengan keluhuran ilmu pengetahuan agama, ia ditokohkan. Tak kurang ratusan ulama di Menado, Gorontalo, Ambon, Poso dan lain-lainnya belajar kepada beliau.

Ia pun diakui sebagai salah satu pembawa Islam ke wilayah mayoritas pemeluk nasrani tersebut. Bahkan dia menikahi anak pendeta bernama, Liena Runtu.

Dari catatan sejarah tersebut, tokoh masyarakat cilegon yang dipimpin oleh Helldy Agustian mencoba menelusuri jejak beliau di Sulawesi Utara- dari mulai Komo Luar, Kota Manado, Air Medidi, hingga tempat beliau dipenjara buatan Portugis di Kema, Kabupaten Minahasa Utara - dari Jum’at hingga Sabtu, (8-9/11).

Setelah beristirahat sebentar di Swiss-Belhotel Maleosan, tepat di Komo Luar kami langsung ditunggu oleh keturunan KH Arsyad Thawil di Manado. Mereka yang akan mengantar kami menyusuri jejak kyai kharismatik tersebut. Di komunitas muslim di Komo Luar itulah nama beliau diabadikan menjadi nama masjid.

Selepas sarapan, tujuan pertama kami adalah Kema, Minahasa utara. Sekitar 45 kilometer ke arah timur Kota Manado. Saya diantar Haji Alwi, salah satu keturunan keempat dari KH Arsyad Thawil.
Di Kema kami bertemu dengan Khalid, salah satu kerabat Alwi dari pihak ibu. Khalid mengantar kami ke Bekas Penjara Kema, tempat Arsyad Thawil mendekam selama beberapa tahun.

Letak penjara berada di tengah-tengah pemukiman penduduk, menjorok sekitar 50 meter ke dalam gank kecil. Bangunanya terdiri dari tiga ruangan. Dua ruang luasnya sekitar 2x3 meter, dan satu raung lagi 8x3 meter dengan ketinggian sekitar 10 meter dan tebal tembok sektiar setengah meter.

Bangunanya masih terawat rapi sehingga pengunjung masih bisa melihat penjara yang dibangun pada masa kedatangan Portugis itu. Konon meskipun ia berada di balik jeruji dengan penjagaan yang sangat ketat, KH Arsyad Thawil masih terlihat di beberapa kampung untuk memberikan pelajaran terhadap murid-muridnya.

“Menurut cerita dari orang tua, meskipun dalam tahanan ia juga terlihat di beberapa tempat. Mungkin itu karomahnya,” ujar Alwi.

Setelah salat Jum’at di Masjid Riyadusholihin di Kema, kami sempat berbincang dengan tokoh masyarakat setempat terkait kiprah ki Arsyad di sana. Namun tak banyak orang-orang tua yang tahu keberadaannya. Namun saya bertemu dengan seorang kakek berusia 84 tahun bernama Ahmad. Sambil bercucuran air mata ia pernah mendengar ulama tersohor itu dari ibunya.

“Kata ibu saya, waktu bayi sambil disolawatin, saya dicukur oleh KH Arsyad Thawil,” ungkapnya sambil bercucuran air mata.Namun berbeda ketika kami mengunjungi keluarga besar dari Leina Runtu, anak pendeta yang dinikahi Kyai Arsyad waktu itu. Meskipun pernah mendengar pernikahan antara Leina yang kemudian berganti nama menjadi Tarhimah dengan Tuan Haji (Begitu, ia biasa dipanggil).

Pukul 15.00 WIT, kami pun kembali ke Kota Manado. Keluarga besar Kh Arsyad Thawil yang berasal dari Gorontalo, Poso, Banten, Jakarta, Manado, dan dari daerah lainnya di seluruh Indonesia sudah menunggu di masjid Kh Arsyad Thawil di Komo Luar.

Pasalnya, sebelum esok harinya mengadakan haul, pada pukul 16.00 WIT, mereka akan berziarah di makam beliau yang dikuburkan berdampingan dengan istri tercintanya di pemakaman muslim Kota Manado. (*)

Oleh: Helldy Agustian (Bagian 1) | Source : http://beritacilegon.com/lingkungan-kita/3903-helldy-agustian-mencari-pejuang-geger-cilegon-yang-terlupakan,-kh-arsyad-thawil.html

Start Work With Me

Contact Us
JOHN DOE
+123-456-789
Melbourne, Australia

Advertisement